PEREKONOMIAN PADA MASA
RASULULLAH SAW (571-632 M)
A. Sistem
Ekonomi
Beliau adalah
Muhammad bin Abdullah bin Abd Al Mutholib bin Hasyim bin Abdul Manaf bin Qusay
bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin
Al-Nadr bin kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikahbin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin
Ma’ad bin Adnan. Ibunya bernama Aminah binti Wahab bin Abdul Manaf bin Zuhrah
bin Kilab. Muhammad SAW lahir, pagi senin, 9 Rabiul Awal, bertepatan tanggal 20
April 571 M, di rumah Abdul Muthalib dan di bidani oleh Al-Syifa, ibu Abd
Al-Rahman bin Auf.
Rasulullah SAW
diberi amanat untuk mengemban dakwah islam pada umur 40 tahun, akan tetapi
belum ditunjukkan sebagai seorang Rasul. Rasulullah SAW tidak mendapatkan gaji
atau upah sedikitpun dari negara, kecuali hadiah kecil yang umumnya berupa
bahan makanan. Salah satu pemimpin kaum(Hazrat Anat) menawarkan miliknya
keopada Rasulullah yang kemdian diberikan Umul Yaman, seorang ibu pengasuh.[1]
Islam mengakui
kepemilikan pribadi. Mencari nafkah sesuai dengan hukum yang berlaku dan dengan
cara yang adil merupakan suatu kewajiban yang sesuai dengan kewajiban dasar
dalam islam. Kewajiban tersebut tidak membatasi jumlah kepemilikan swasta,
produksi barang dagang atau suatu perdagangan. Tetapi hanya melarang pencarian,
kekayaan melalui cara-cara yang elegal atau tidak bermoral. Islam juga tidak
sangat mensetujui perbuatan menimbun kekayaan atau mengambil keuntungan atas
kesulitan orang lain. Perlu diperhatikan juga bahwa dalam peraturan hukum yang
berlaku, usaha-usahaselisih keuntungan, skala gaji, pembayaran upah, keuntungan
investasi selalu lebih rendah, karena itu tidak memungkinkan untuk menjadi
miliuner dalam waktu singkat.[2]
Dalam islam
setiap orang mempunyai hak penuh untukdapat emiliki secara legal suatu
pendapatan, kepemilikn, atau kemakmuran selama hidupnya, untuk membantunya
dalam melaksanakan kewajiban agamanya. Setelah meninggal dunia, semua yang
dimilikinya harus dibagikan kepada ahli warisnya, tentunya setelahmenyelesaikan
semua kewajibannya dan utang-utangnya.[3]
Agama islam
tidak mensetujui adanya pembungaan uang. Sebagai contoh hukum Masaic menyebutkan,
“Jika kamu meminjamkan uang kepada orang-orang saya, kepada orang miskin
manapun yang ada di antara kamu, tidak boleh berbuat seperti seorang kreditor
terhadap mereka, kamu tidak boleh mengenakan pembungaan terhadap mereka.
Pada tempat lain
disebutkan, “Jika seorang teman kamu pailit, sehingga tidak dapat dapat
melunasi utang-utangnya kepada kamu dan kamumenjadikannya budak belian,
janganlah kenakan bunga terhadap uangnya atau semacamnya”. Dalam hal ini
pengenaan bunga terhadap uang bergantung pada kondisinya.[4]
Dari pembahasan
di atas prinsip-prinsip kebijakan ekonommi islam dapat diringkas sebagai
berikut:
a. Kekuasaan tertinggi adalah milikAllah dan Allah
adalah Pemilik yang absolute atas semua yang ada.
b. Manusia merupakan pimpinan (khalifah) Allah di bumi
tetapi bukan pemilik yang sebenarnya.
c. Semua yang dimiliki dan didapatkan oleh manusia
adalah atas seizin Allah, oleh karena itu saudara-saudaranya yang kurang
beruntung memiliki hak atassebagian kekayaan yang dimiliki saudara-saudaranya
yang lebih beruntung.
d. Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun.
e. Kekayaan harus berputar.
f. Eksploitasi ekonomi dalam segala benuknya harus
dihilangkan.
g. Menghilangkan jurang perbedaan antar individu dalam
perekonomian dapat menghapuskan konflik antar bilangan dengan cara membagikan
kepemilikan seseorang setelah kematiannya kepada para ahli warisnya.
h. Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan
sukarela bagi semua individu termasuk bagi anggota masyarakat yang miskin.[5]
B. Keuangan
dan Pajak
Pada masa-masa
awal pemerintahan, pendapatan dan pengeluaran hampir tidak ada. Rasulullah SAW
sendiri adalah seorang kepala negara, pemimpin dibidang hukum, qadi besar dan
mukhti, pemimpin dan penanggung jawab dari keseluruhab administrasi. Rasulullah
tidak mendapat gaji sedikitpun dari negara atau masyarakat, kecuali hadiah
kecil yang umumnya berupa bahan makanan.[6]
Pada masa
Rasulullah SAW tidak ada tentara formal. Semua muslim yang mampu boleh menjadi
tentara.mereka tidak mendapatkan gaji tetap, tetapi mereka diperbolehkan
mendapatkan bagian dari rampasan perang. Rampasan perang tersebut meliputi
senjata, kuda, unta,barang-barang bergerak lain yang didapatkan dalam perang.
Situasi berubah
setelah turunnya surat Al Anfal (rampasan perang). Waktu turunnya surat ini
adalah antara perang badar dan pembagian rampasan perang, pada tahun kedua
setelah hijrah yang bunyinya : Seperlima bagian adalah untuk Allah dan rasulnya
(untuk negara digunakan untuk kesejahteraan umum) dan untuk kerabat rasul, anak
yatim, orang yang membutuhkan, dan orang yang sedang dalam perjalanan.
Dalam bahasa
Arab, bagian seperlima itu dikenal dengan khums. Rasulullah biasanya membagi
khums menjadi tiga bagian,bagian pertama untuk dirinya dan keluarganya, bagian
kedua untuk kerabatnya, dan bagian ketiga untuk anak-anak yatim piatu, orang
yang membutuhkan dan orang yang sedang dalam perjalanan. Empat per lima bagian
yang lain dibagi diantara para prajurit yang ikut dalam perang. Penunggang kuda
mendapat dua bagian, bagian untuk prajurit, wanita yang hadir dalam perang
untuk membantu beberapa hal tidak mendapat bagian dari rampasan perang.[7]
C.
Lembaga Keuangan
Sebelum
Muhammad diangkat sebagai Rasul, dalam masyarakat Jahiliyah sudah terdapat
lembaga politik semacam Dewan Perwakilan Rakyat untuk masyarakat untuk ukuran
masa itu yang disebut Darun Nadwah. Di dalamnya para tokoh mekah
berkumpul dan bermusyawarah untuk menentukan suatu keputusan. Ketika dilantik
sebagai Rasul, mengadakan semacam lembaga tandingan untuk itu, yaitu Darul
Arqam. Perkembangan
lembaga ini terkendala karena banyaknyatantangan dan rintangan, sampai akhirnya
Rasulullah memutuskan untuk Hijrah ke Madinah.
Ketika beliau hijrah ke madinah,
makayang pertama kali didirikan adalah masjid (Masjid Quba), yang bukan saja
merupakan tempat beribadah, tetapi juga tempat sentral kegiatan. Kemudian
beliau masuk ke Madinah dan membentuk”lembaga” persatuan di antara para
sahabatnya, yaitu persaudaraan para Muhajirin dan kaum Anshor. Hal ini diikuti
dengan pembangunan masjid lain yang lebih besar (masjid Nabawi), yang kemudian
menjadi sentral pemerintah yang selanjutnya.
Pendirian “lembaga” dilanjutkan dengan
penertiban pasar. Rasulullah diriwayatkan menolak membentuk pasar yang baru
yang khusus kaum Muslimin, karena pasar merupakan sesuatu yang alamiah dan
harus berjalan dengan Sunnatullah. Demikian halnya dalam penentuan
harga. Akan hanya mata uang tidak ada satupun
buktisejarah yang menunjukkan bahwa nabi menciptakan mata uang sendiri.[8]
1.
Pendirian Baitul Mal
Sesuatu
yang revolusioner yang dilakukan oleh Rasulullah adalah pembentukan lembaga
penyimpanan yang di sebut Baitul Mal. Apa yang dilaksanakan Rasul itu merupakan
proses penerimaan, pendapatan (revenue collection), dan pembelanjaan (expenditure)
yang transparan yang bertujuan apa yang disebut sekarang ini sebagai welfare
oriented. Lembaga Batul Maal yang menurut para orientalis bukan sesuatu
yang baru maka proses siklus dana masyarakat (zakat, wakaf, ushr, dan
lain sebagainya yang dinamis dan berputar dengaan tepat merupakan preseden yang
sama sekali baru.
Sebagian
berpendapat bahwa Baitul Maal serupa dengan bank sentral yang ada sekarang
walaupun tentunya lebih sederhana karena berbagai keterbatasan pada waktu itu.
Baitul Maal seperti Menteri Keuangan atau Bendahara Negara masa kini, karena
fungsinya yang aktif dalam menyeimbangkan antara pendapatan dan belanja negara,
bukan hanya sekedar berfokus kepada pengaturan suplai dan moneter. Tetapi
seiring dengan keperluan zaman kedua fungsi ini kemudian dilaksanakan.
2.
Wilayatul Hisbah
Konsep
yang sama sekali baru adalah sistem pengawasan atau kontrol oleh negara yang
pada zaman Rasulullah Saw. Dipegang sendiri oleh beliau. Ini sejalan dengan apa
yang pada zaman modern disebut “enforcemment agency” beberapa
waktukemudian konsep pengawasan ini terkenal dengan sebutan “Wilayatul
Hisbah”. Konsep ini merupakan preseden baru, mengingat pada zaman itu
dimensi pengontrolan dikerajaan-kerajaan sekitar laut Tengah tidak ada sama sekali.
Diriwayatkan
bahwa Rasulullah pernah menegur sesorang yanng menjual kurmanya dengan harga
yang berbeda di pasar. Juga diriwayatkan juga bahwa Rasulullah menolak
perintaan para sahabatnya agar menentukan harga yang layakbagi kaum muslimin
karena harga-harga dipasar terlalu tinggi.
3.
Pembangunan Etika Bisnis
Penting untuk disebut disini bahwa
Rasulullah tidak saja meletakkan dasar
tradisi penciptaan suatu lembaga, tetapi juga membangun sumber daya manusia dan
akhlak (etika) lembaga sebagai pendukung dan prasyarat dari lembaga itu
sendiri. Kelembagaan “pasar” misalnya tidak akan berjalan engan baik tanpa
akhlak dan etika yang diterapkan.[9]
a.
Penghapusan Riba
Walaupun
basic infrastructure telah berhasil dibangun, namun kondisi Madinah
masih belum lagi kondusif untuk pembangunan sektor ekonomi, terutama public
ecomic. Keberadaan para Yahudi dengan praktik ribanya membuat penduduk
Madinah resah, karena sering kali perbuatan merek itu mencekik leher. Untuk
nabi Muhammad sendiri praktek ini sudah beliau ketahui sejak masih berada di
Mekah, karenaayat-ayat yang turun di Mekah ada yang menceritakan praktek kotor
orang Yahudi tersebut.
Opini
ini menganggap bahwa dengan melakukan peminjaman uang kepada orang lain dan
menetapkan riba pada pinjaman itu maka pinjaman itu akan tumbuh. Tapi opini ini
dijawab langsung oleh Al-Qur’an bahwa itu tidak betul. Namun teguran Al-Qur’an
ini tidak dihiraukan oleh beberapa orang sahabat yang terlanjur terlibat dengan
praktik itu. Lalu datang teguran berikutnya agar memberikan pinjaman jangn
menetapkan riba yang berlipat ganda. Dengan teguran yang ke dua ini banyak para
sahabat yang meninggalkan riba. Hanya orang Yahudi saja yang tetap melakukan
praktek itu dengan dalih bahwa tidak ada bedanya antara jual beli dengan riba,
sebab keduanya sama-sama merupakan praktek mencari margin dari modal yang
diputarkan. Sementara para sahabat yang telah meninggalkan riba telah bertaubat
sebelum sempat mengatakan agar mereka hanya mengambil modalnya saja.
Penghapusan
riba ini terbukti berhasil menciptakan kondisi yang memungkinkan untuk
tumbuhnya ekonomi secara cepat. Jika pada masa hijrah, Madinah merupakan kota
yang miskin, tetapi ketika nabi meninggal, Madinah merupakan kota baru yang
tumbuh dan berkembang menghidupi daerah-daerah sekitarnya.[10]
b.
Keadilan
Dalam
setiap kebijakan ekonomi nabi mementingkan keadilan yang bukan saja berlaku
untuk kaum Muslimin, tetapi juga berlaku untuk kaum-kaum lainnya sekitar
Madinah. Terbukti ketika diminta untuk menetapkan harga, Rasulullah marah dan
menolaknya. Ini membuktikan bahwa nabi SAW menyerahkan penetapan harga itu pada
kekuatan pasar yang alami (bukan karena Monopoli atau proteksi)
c.
Monopoli.
Monopoli
merupakan kejahatan pasar yang tidak permah dimaafkan oleh siapapun. Ini sudah
dilarang oleh nabi Saw sejak abad 14 yang lalu. Demikian sebaliknya yang
monopoli kedua hal ini bertentangan dengan kebijakan ekonomi muamalah gaya
rasulullah yang mementingakan keadilan.
d.
Prinsip dan etika bisnis lainnya
Selain
hal di atas, rasulullah juga menganjurkan agar setiap pedagang senantiasa
berpegang kepada sifat-sifat yang terpuji. Hal ini bukan saja akan
menguntungkan perdaganganya sendiri, tidak punya konsekuensi religius. Beliau
berkata” pedaganag yang jujur dan amanah akan berada di syurga bersama para
nabi, syuhada’ dan orang-orang salekh”. Selain itu beliaujuga mengajarkan agar
para pedagang, senantiasa bersikap adil, baik (ikhsan), kerjasama (ta’awun),
amanah, tawakal, qona’ah, sabar dan tabah.sebaliknya beliau menasehati agara
meninggalkan sifat kotor perdagannya yang hanya membrerikan untung sesaat,
tetapi merugikan diri sendiri di dunia dan akhirat. Akibatnya kredibilitas
hilang, pelanggan lari dan kesempatan berijkkutnya jadi sempit. Sifat-sifat
yang di maksud adalah dzalim, menipu, suka marah dan benci, terlalu memuja
uang, tidak memperdulikan hukum dan utang yang berlebihan.
Kumpulan
sifat yang di sebut belakangan ini adalah sifat-sifat umum yang dimiliki
manusia apabila memasuki dunia bisnis. Mereka ini tidak terkait ruang dan waktu
karena merupakan karakter mendasar manusia. Karena itu islam memberikan jalan
yang terbaik untuk menyelesaikannya, yaitu dengan mengikuti pesan-pesan nabi
SAW, yaitu sifat-sifat yang terpuji seperti yang di sebut lebih dahulu. Jika
sifat-sifat terpuji ini diikuti, maka masyarakat pedagang khususnya dan
masyarakat pada umumnya telah siap membangun dirinya sendir, dalam segala
dimensi kehidupan, politik, ekonomi, hukum, kebudayaa, dan sebagainya.[11]
D. Sumber
Pendapatan Primer
Pendapatan
utama bagi negara dimasa Rasulullah Saw adalah zakat dan ushr. Keduanya berbeda
dengan pajak dan tidak diberlakukan dengan pajak. Zakat danushr merupakan
kewajiban agama dan salah satu pilar Islam. Pengeluaran oleh keduanya sudah
diuraikan dengan jelasdan eksplisit di dalam surat Al-Quran surat At-Taubah (9)
ayat 60 :
“
Sesungguhnya
zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang kafir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya untuk
(memerdekakanya) budak orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai seuatu ketetapan yang
diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Pengeluaran untuk tidak dapat
dibelanjakan untuk pengeluaran umum negara. Lebih jauh lagi zakat secara
fundamental adalah pajak lokal.
Dengan demikian pemerintah pusat berhak
menerima keuntungan bila terjadi surplus yang tidak dapat didistribusikan lagi
kepada orang-orang yang berhak, dan ditambah kekayaan yang dikumpulkan di
Madinah, ibukota negara.
Pada masa Rasulullah, zakat dikenakan
pada hal-hal berikut:
a.
Benda logam yang terbuat dari emas
seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya.
b.
Benda logam yang terbuat dari
perak,seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya
c.
Binatang ternak unta, sapi, domba,
kambing
d.
Berbagai jenis barang dagangan termasuk
budak dan hewan
e.
Hasil pertanian termasuk buah-buahan
f.
Luqta,harta benda yang ditinggalkan
musuh
g.
Barang temuan.
Zakat emas dan perak ditentukan
berdasarkan beratnya. Binatang ternak, (yang digembalakan bebas) ditentukan
berdasarkan jumlahnya. Barang dagangan tambang dan luqta ditentukan berdasarkan
nilai jualnya dan hasil pertanian dan buah-buahan ditentukan berdasarkan
kuantitasnya. Zakat atas hasil pertanian dan buah-buahan inilah yang dinamakan
ushr.[12]
E. Sumber
Pendapatan Sekunder
Diantara sumber-sumber pendapatan
sekunder yang memberikan hasil adalah :
1.
Uang tebusan untuk tawanan perang hanya dalamm
kasus perang Badar pada perang lain tidak disebutkan jumlah uang tebusan
tawanan perang.
2.
Pinjaman-pinjaman setelah menaklukkan
kota Makkah untuk pembayaran uang pembebasan kaum muslimin dari Judhayma atau
sebelum pertempuran Hawazim 30ribu dirham (20 ribu menurut Bukhari) dari
Abdullah bin Rabia dan meminjam beberapa pakain dan hewan-hewan tunggangan dari
Sufyan bi Umaiyah (sampai waktu itu tidak ada perubahan)
3.
Khumus atas rikaz harta karun temuan
pada periode sebelum Islam
4.
Amwal fadhla, berasal dari harta benda
kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris atau berasal dari barang-barang
seorang muslim yang meninggalkan negerinya.
5.
Wakaf, harta benda yang diindikasikan
kepada umat Islam yang disebabkan karena Allah dan pendapatanya akan
didepositokan di Baitul Maal
6.
Nawaib, pajak yang jumlahnya cukup besar
yang dibebankan pada kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupipengeluaran
negara selama masa darurat dan ini pernah terjadi pada masa perang Tabuk
7.
Zakat Fitrah
8.
Bentuk lain sodakoh seperti kurban dan
kaffarot. Kaffarot adalah benda atas kesalahan yang dilakukan seorang muslim
pada acara keagamaan seperti berburu pada musim haji.
Sumber-sumber
pendapatan pada masa Rasulullah SAW
Dari
Kaum Muslim
|
Dari kaum non-muslim
|
umum
|
1.
Zakat
2.
Ushr (5-10 %)
3.
Ushr (2,5%)
4.
Zakat fitrah
5.
Waqaf
6.
Amwal Fadhla
7.
Nawaib
8.
Sodaqoh yang lain
9.
Khumus
|
1. Jizyah
2. Kharaj
3. Ushr (5%)
|
1. Ghanimah
2. Fay
3. Uang tebusan
4. Pinjaman dari
kaum
muslim
atau non-muslim
5. Hadiah dari pemimpin atau pemerintah negara
lain[13]
|
Pengeluarkan
Negara
Primer
|
Sekunder
|
1. Biaya
pertahanan, seperti : persenjataan, unta, kuda dan persediaan
2. Peyaluran
zakat dan ushr kepada yang berhak menerimanya menurut ketentuan Al-Quran
3. Pembayaran
gaji untuk wali, qadi, guru, imam, muadzin, dan pejabat negara lainnya.
4. Pembayaran
upah para sukarelawan
5. Pembayaran
utang negara
6. Bantuan
untuk musafir (dari daerah Fadak).
|
1. Bantuan
untuk orang yang belajar agama di Madinah
2. Hiburan
untuk para delegasi keagamaan
3. Hiburan
untuk para suku dan negara serta biaya perjalan mereka. Pengeluaran untuk
duta-duta negara.
4. Hadiah
untuk negara lain
5. Pembayaran
untuk pembebasan kaum muslimin yang menjadi budak
6. Pembayaran
denda atas mereka yang terbunuh secara tidak sengaja oleh pasukan muslim
7. Pembayaran
utang orang yang meninggal dalam keadaan miskin
8. Pembayaran
tunjangan untuk orang miskin
9. Tunjangan
untuk sanak saudara Rasulullah Saw
10. Pengeluaran
rumah tangga Rasulullah Saw. (hanya sejumlah kecil ; 80 butir kurma dan 80
butir gandum untuk setiap istrinya)
11. Persediaan
darurat (sebagian dari pendapatan perang Khaibar)[14]
|
F. Zakat
dan Ushr
Keduanya adalah pendapatan yang paling
utama bagi negara pada masa Rasulullah hidup. Tidak dapat diragukan lagi bahwa
pada waktu itu zakat dan usr merupakan sumber pendapatan yang penting. Keduanya
berbeda dengan pajak dan tidak diberlakukan seperti pajak. Zakat dan ushr
merupakan kewajiban agama dan termasuk salah satu pilar islam. Pengeluaran
untuk keduanya jika di uraikan secara jelas dan eksplisit di dalam Qur’an
(9-60). Sehingga pengeluaran untuk zakat tidak dapat dibelanjakan untuk
pengeluaran umum negara. Lebih jauh lagi zakat secara fundamental adalah pajak
lokal.[15]
Nisab (batas terendah dari kuantitas
atau nilai dari suatu komoditi dan jumlah dari tiap jenis bintang ternak) sudah
tetap. Nisab dan zakat dari berbagai jenis berbeda satu sama lain.[16]
Ushr adalah bea impor yang dikenakan
kepada semua pedagang, dibayar hanya sekali dalam setahun dan hanya berlaku
terhadap barang yang nilainya lebih dari 200 dirham. Tingkat bea orang-orang
yang dilindungi adalah 5% dan pedagang muslim 2.5%. menurut Dr. Hamidullah,
Rasulullah SAW. Berinisiatif mempercepat peningkatan perdagangan, walaupun
menjadi beban pendapatan negara. Ia mengatakan, “barang-barang milik utusan di
bebaskan dari bea impor di wilayah muslim, bila sebelumnya telah terjadi
tukar-menukar barang”.[17]
G. Baitul
Mal
Rasulullah adalah kepala negara pertama
yang memperkenalkan konsep baru dibidang keuangan negara di abad ke 7 yaitu
semua hasil pengumpulan negara harus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian
dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan negara. Hasil pengumpulan itu adalah milik
negara dan bukan milik individu. Meskipun demikian para pemimpin negara dan
gubernur dapat menggunakannya untuk mencukupi kebutuhan pribadinya. Tempat
pengumpulan itu disebut Baitul Mal (Masjid Nabi) digunakan kantor pusat negara
sekaligus menjadi tempat tinggalnya dan Baitul Mal terletak disitu. Tetapi,
binatang-bintang tidak bisa disimpan di Baitul Mal. Sesuai dengan alamnya,
binatang-binatang tersebut ditempatkan dibidang terbuka seperti dikisahkan
dalam riwayat berikut ini, “ beberapa orang dari suku Uraina datang ke Madinah
dan mereka merasa iklim tidak nyaman.
Rasulullah mengizinkan mereka untuk pergi ketempat pengembalaan unta (hasil
zakat) dan disana mereka minum susu unta serta menggunakan aiar seni unta
sebagai obat, tetapi kemudian mereka membunuh penggembalaanya dan membawa pergi
unta-unta tersebut. Rasulullah pun menginginkan orang untuk menangkapnya dan
mereka pun dibawa kehadapannya”.[18]
Pemasukan yang sangat sedikit yang
diterima negara disimpan di Masjid dalam jangka waktu yang pendek yang kemudian
di distribusikan kepada masyarakat tanpa ada sisa. Hal ini dimungkinkan terjadi
didalam lingkungan yang memiliki pengawasan yang ketat. Pada perkembangan
selanjutnya selanjutnya institusi ini memainkan peran aktif dalam bidang
keuangan dan administrasi pada awal periode islam terutama pada kepemimpinan
khulafaul Rasyidin.[19]
DAFTAR PUSTAKA
Sudarsono,
Heri. Konsep Ekonomi Islam. Yogyakarta:
Ekonisia.
2002
Muhammad. Dasar-dasar Keuangan Islami. Yogyakarta: Ekonisia. 2004
Karim, AA. Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam. 2002. Jakarta:
The Internasional Institute of Islamic Thought. 2002
[1] Heri Sudarsono, Konsep
Ekonomi Islam, Yogyakarta: Ekonisia, 2002, hal. 105-106
[2] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam, Jakarta: The Internasional Institute of Islamic
Thought, 2002, hal. 23
[3] Ibid, hal. 24
[4] Ibid, hal. 26
[5] Ibid, hal. 27
[6] Ibid, hal. 28
[7] Ibid, hal. 29
[8] Muhammad, Dasar-dasar
Keuangan Islami, Yogyakarta: Ekonisia, 2004, hal. 4-5
[9] Ibid, hal. 5-6
[10] Ibid, hal. 6-7
[11] Ibid, hal 7-8
[12] Heri Sudarsono, Op Cit, hal.
110-111
[13] Ibid, hal. 111-112
[14] Ibid, hal. 114
[16] Ibid, hal. 34
[17] Ibid, hal. 32
[18] Ibid, hal. 37
[19] Ibid, hal. 38
0 komentar:
Posting Komentar